Media Platform Baru Sulawesi Barat

Politik Uang dan Hoaks Mungkin Mengganas di Pilkada 2020

0 506

TELEGRAPH.ID, POLMAN – Pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2020 tersisa beberapa bulan lagi. Salah satu yang menjadi tantangan adalah praktik politik uang (money politics) dan penyebaran hoaks di pesta demokrasi lima tahunan ini.

Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang dilaksanakan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sulbar dengan tajuk “Konsolidasi Masyarakat Sipil dalam Menyongsong Pilkada 2020”, di Cafe NR Sabtu (25/1/2020) sore.

Tampil sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Anggota Bawaslu Sulbar, Fitrinela Patonangi, Koordinator JPPR Sulbar Firdaus Abdullah, Anggota KPU Majene Munawir Ridwan, Anggota KPU Polman Andi Rannu, dan Ketua JADI Polman Achmadi Touwe.

Koordinator JPPR Sulbar Firdaus Abdullah mengungkapkan, praktek politik uang dan penyebaran hoaks bisa saja kembali terjadi, bahkan lebih mengganas ketimbang Pemilu 2019. Dan hal itu jelas akan mencederai demokrasi.

“Selanjutnya catatan kami proyeksi ke depan, adalah jauh lebih mengganas dan jauh lebih membahayakan, yang bisa membunuh proses demokratisasi, adalah money politics dan hoaks. Hasil pantauan kami di 2019, praktek money politics itu sangat luar biasa (terjadi) di masa tenang,” kata Firdaus.

Anggota KPU Majene Munawir Ridwan berharap, peran seluruh komponen masyarakat untuk membantu KPU untuk menyukseskan Pilkada di Majene.

“Kami berharap, bukan hanya Bawaslu, bukan hanya LSM, tetapi juga teman-teman mahasiswa, bahkan bisa mengajak masyarakat umum, untuk melihat semua proses yang ada di KPU. Karena kami sampaikan, kami tidak alergi dengan semua itu, malah kami butuh itu. Kami sangat butuh dengan masukan dari masyarakat,” tuturnya.

Anggota KPU Polman Andi Rannu mengapresiasi kegiatan yang dilaksanakan JPPR Sulbar. Menurutnya, seri diskusi JPPR Sulbar yang diawali dari Polman menjadi ruang bagi seluruh pihak dan masyarakat untuk menjadi bagian yang terus mendorong partisipasi di Pemilu dan pemilihan agar senantiasa dapat berjalan dengan baik.

“Konsolidasi masyarakat sipil sebagaimana tajuk kegiatan yang dipilih memang penting, mengingat peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam pelaksanaan Pemilu dan pemilihan, terutama di Pilkada 2020 mendatang tentu sangat berarti. Kita juga senantiasa berharap, dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada selanjutnya, angka partispasi pemilih dapat terus meningkat. Praktik demokrasi langsung kita diharapkan juga akan semakin baik,” harapnya.

Sementara itu, Anggota Bawaslu Sulbar Fitrinela Patonangi menegaskan peran serta seluruh pihak memang sangat menentukan kualitas demokrasi.
“Kualitas demokrasi bukan hanya pada penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu,” ujarnya.

Ia menambahkan, berdasarkan tipologi pelanggaran Pemilu dan Pilkada di wilayah Sulbar, masih terjadi pada persoalan pelibatan Aparatur Sipil Negara dan netralitas penyelenggara.

Terkait proyeksi JPPR terhadap potensi pelanggaran di Pilkada 2020, Fitrinela menyatakan pihaknya telah mengantisipasi hal tersebut.

“Di tahapan pencalonan nanti itukan ada namanya sengketa. Siapa yang akan memproses itu, lembaga Pengawas Pemilu. Kalau tadi dikhawatirkan akan melahirkan rekomendasi yang terbelikan, itu yang sudah kami antispasi sejak awal. Dan kami pastikan bahwa penyelenggara pemilu di Sulbar bisa menjaga marwah integritas penyelenggara Pemilu 2020,” tandasnya.

Ketua Presidium JADI Polman Achmadi Touwe menambahkan, setidaknya ada lima alasan mengapa pilkada langsung diselenggarakan.

“Pertama memutus mata rantai oligarki, kedua meningkatkan kualitas dan kedaulatan partispasi masyarakat, ketiga diharapkan mewadahi proses seleksi kepemimpinan, keempat meminimalisir politik uang, dan kelima bagian dari kualitas legitimasi pemimpin daerah selama lima tahun ke depan,” kuncinya.

(DAFI/FD)

Leave A Reply

Your email address will not be published.