Media Platform Baru Sulawesi Barat

Virus Corona dan Produksi Ketakutan Akut

0 652


Gelap gulita suasana kamar, sesaat terdengar samar suara gaduh sekampung. Sontak saja ku tanggalkan selimut dan segera keluar kamar menyalakan bohlam lampu dan mengecek pukul berapa sekarang dan, dari mana asal suara itu berasal.

Jarum jam  telah merayap pelan pada angka 12:30, berarti malam telah berganti shif menuju larut.

Dengan hanya memakai celana boxer dan sarung terselempang kesamping, dengan sigap kuturuni dua belas anak tangga, hanya dengan hitungan detik saya sudah mendarat dengan selamat.

Kusorot beberapa orang dengan senter yang baru saja ku cabut dari chargernya, terlihat ibu-ibu dan bapak-bapak sedang berkumpul bahkan beberapa warga lainnya setengah tergopoh untuk memastikan ada apa.

Segera saja kuhampiri dan menanyakan perihal kegaduhan yang menganggu mimpi indahku tadi.

“Ini ada informasi dari keluargaku, baru-baru  menelpon kalau ada anak yang baru di lahirkan belumpi di potong tali pusarnya tapi langsung bicara, nabilang Masako telur ayam kampung satu telur satu orang”

Seluruh orang yang berkumpul serentak bertanya

“Untuk apa itu telur ayam kampung?”

“Nabilang katanya, telur ayam kampung bisa  menangkal virus Corona” ungkap salah seorang perempuan dengan dialek yang belepotan serta wajah masih setengah mengantuk.

Dari penampilannya sepertinya ia terbangun dengan penuh kesongongan rambutnya sedikit acakan. Andai saja sarung tak menutupi dadanya maka ada yang lebih heboh selain virus Corona malam itu.

Tanpa berfikir panjang segera saja mengecek satu persatu eraman ayam, siapa tau ada telur yang belum menetas. Satu persatu induk ayam kupiting keatas dari eramnya dan mengecek apakah telurnya masih ada yang layak konsumsi apa tidak. Tapi sayang, tak ada telur yang layak, semua sudah menetas.

Malam itu, seolah sekampung mengadakan festival suara induk ayam. Dalam dekapan gelap kampung begitu riuh oleh suara induk ayam, dan di setiap kolom rumah, tampak ibu-ibu rebutan telur dengan indukan.

Fenomenal, satu penggalan kata mewakili betapa dahsyatnya efek virus Corona ini, hentakan rasa takut mengeliminasi kewarasan. Tapi tak apa, itu manusiawi.

Mencoba menelisik gaduh sekampung oleh berita simpang siur ini, atau bahkan klarifikasi kebenarannya belum lah valid, tentang apa kandungan telur guna memfilter si kecil tak kasat mata.

Marilah mencoba untuk mendudukkan hal sepele ini dengan lebih bijak. Jangan juga kata olokan menyodok mereka yang rebutan telur di tengah malam. Itu bahagian dari ikhtiar mereka, agar terhindar dari Corona. Bahkan sedikit ugalan saya pribadi mengatakan mempercayai hal receh seperti itu tidak masalah kalau berkaitan dengan antisipasi keselamatan, misalnya telur ayam kampung, jahe dan deretan bumbu dapur lainya. Walaupun belum ada fatwa secara medis kalau itu ampuh membunuh corona. Renguk saja nilai positifnya, kalaupun tidak untuk corona, setidaknya gizi dan imunitas meningkat.

Saya pun salah satu orang yang percaya akan desas desus telur itu, prinsip manusia kampung tidak boleh di lupakan disini, apa yang menjadi keyakinan itu bisa saja menjadi benar adanya. Jadi konsumsilah telur, telur itu menyehatkan pun dengan jahe dan kawanan nya.

Semenjak corona semakin gencar bergerilya dan menebar maut dimana-mana, wangi kemenyang sering tercium di setiap penghujung magrib, itu sebagai penanda bahwa orang sedang melakukan ritual tolak bala.

Setiap magrib pula, orang sekampung sibuk membakar daun semaguri dan daun allo-allo di bawah tangganya, tampak asap putih membumbung mengelilingi kampung, seolah warga sedang melakukan pengasapan. Masyarakat meyakini sejak dulu leluhurnya melakukan itu kala suasana mencekam. Perilaku seperti itu sudah hampir punah dan selama puluhan tahun orang tidak melakukannya,” tutur lelaki paruh baya yang akrab di sapa Pello.

Corona seakan mendaulat bahwa kembalilah kalian ke alam kembalilah kepada identitas mu, came back to natural adalah mimpi kita bersama.

Menyikapi corona bukan pada soal receh seperti di atas, tetapi sikapilah orang-orang yang enggan mengikuti, menunjukan sikap cooperatif terhadap pemerintah tentang penanggulangan pandemik mematikan ini. Serta mengutuk orang-orang yang menjadikan keselamatan sebagai bisnis.

Lihat saja bagaiamana langka dan tingginya harga masker, hand sanitize, alkohol dll. Hukum ekonomi kapital semakin mewabah seiring suburnya corona.

Satu hal yang sedikit mengkhawatirkan bahwa pemerintah sedikit gagap mengahadapi wabah ini, kalau dihitung persentase penyebaran dengan negara-negara lain, Indonesia sendiri menduduki peringkat Wahid di siklus kerentanan infeksi.

Sepertinya kesiapan pemerintah kita agak gagap. Gagap pada soal kesiapan medis dan logistik. Belum lagi ketidak tegasan pemerintah kepada daerah yang masuk dalam zona merah untuk melakukan lockdown. Pilihannya memang sulit tetapi apapun itu kalau menyangkut keselamatan langkah otoriter pun wajar.

Taruhannya kemanusiaan vs keselamatan pemerintah memilih yang mana?

Senada dengan kegagapan pemerintah, media juga seakan memprofil corona dalam bingkai kengerian yang maha dahsyat. Orang-orang yang dalam ODP seolah divonis positif melalui framing judul yang agak sedikit lebay, masyarakat kita bukan tipikal pembaca, mereka hanya doyan melihat judul tanpa melahap isi beritanya.

Kengerian ini, akan memicu ketidak saling percayaan sesama, dan dengan sendirinya tanpa lockdown pun perekonomian akan hancur sebab manusia tidak akan mau saling berinteraksi dan membuka diri, padahal yang di butuhkan juga sekarang adalah bagaiamana sikap saling percaya itu terbangun. 

Kalau meminjam analisis Yuval Noah Harari, sejarawan, filsuf dan penulis buku terlaris Sapiens, Homo Deus dan 21 Pelajaran untuk Abad ke-21.
Noah harari mengatakan, bahwa di saat krisis ini, perjuangan krusial berlangsung di dalam diri umat manusia itu sendiri. Jika epidemi ini menghasilkan perpecahan yang lebih besar dan ketidakpercayaan di antara manusia, itu akan menjadi kemenangan virus yang terbesar. Ketika manusia bertengkar – virus akan berlipat ganda.

Sebaliknya, jika epidemi menghasilkan kerja sama global yang lebih erat, itu akan menjadi kemenangan tidak hanya terhadap virus corona, tetapi juga terhadap semua virus di masa depan.

Kurra, 28/03/2020

Oleh: Hamza Zambora Kordiv local culture and knowledge di Lembaga Inspirasi dan Advokasi Rakyat (LIAR) Sulbar

Leave A Reply

Your email address will not be published.