Media Platform Baru Sulawesi Barat

Kanwil Kemenag Sulbar Sosialisasi Penguatan Moderasi Beragama Lintas Organisasi Masyarakat dan Keagamaan

0 188

TELEGRAPH.ID, MAMUJU – Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulawesi Barat (Sulbar) melaksanakan sosialisasi penguatan moderasi beragama lintas organisasi masyarakat dan keagamaan di Hotel Quinpark, Jl Abd Malik Pattana Endeng, Kelurahan Rangas, Kecamatan Simboro, Mamuju, Rabu (27/9/2023).

Sosialisasi dibuka langsung Kakanwil Kemenag Sulbar Dr H Syafrudin Baderung, diikuti sekitar 50 persen terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan penyuluh agama.

Sosialisasi ini dihadiri langsung Kepala Pusat Kerukunan Ummat Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia, Dr H Wawan Djunaedi, MA, sebagai pemateri. Sosialisasi ini dilaksanakan dengan model ceramah dan tanya jawab antara peserta dan pemateri.

Kepala Kanwil Kemenag Sulbar Dr H Syafrudin Baderung MA mengatakan, Sulbar adalah salah satu daerah multikultur, sehingga penguatan moderasi beragama lintas organisasi masyarakat dan keagamaan diperlukan secara terus menerus meski sejauh ini kerukunan umat beragama di Sulbar berjalan dengan baik.

“Angka indeks kerukunan beragama  di Sulbar di atas rata-rata. Ini menandakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang taat beragama tetapi mampu menjaga kerukunan,” Syafrudin dalam sambutannya.

Mantan Kakanwil Kemenag Gorontalo ini menambahkan, daerah Sulbar adalah daerah dengan penganut agama yang kental, ada pemeluk agama yang mayoritas dan ada minoritas, namun sejuah ini dalam menjalankan ibadah oleh masing-masing pemeluk agama tidak ada yang terganggu.

Meski demikian Kanwil Kemenag Sulbar akan terus melakukan upaya kampanye moderasi beragama, salah satunya berencana melaksanakan kemah moderasi beragama dengan melibatkan, tokoh, pemuda dan pelajar lintas agama.

“Harapan kita, mereka nantinya dapat menjadi pelopor moderasi beragama di masyarakat nantinya,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Moderasi Beragama Dr H Wawan Djunaedi, MA , mengatakan sebagai tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan penyuluh agama sangat perlu memahami apa itu moderasi beragama yang dikampanyekan oleh Kementerian Agama RI.

Sebab, moderasi beragama ini kadang disalah pahami oleh sebagian orang, bahkan ada yang menilai konsep moderasi beragama itu negatif.

“Ada yang katakan moderasi beragama itu bentuk pendangkalan pemahaman agama, ada yang katakan liberalisme dan ada yang katakan pencampur aduan pemahaman agama, makanya konteks moderasi beragama ini harus dipahami dengan benar,” ucapnya.

Sosialisasi penguatan moderasi beragama, adalah satu cara menanamkan konteks moderasi beragama kepada semua pihak, sehingga maindset moderasi beragama di masyarakat seragama, tidak berasumsi sendiri-sendiri terkait moderasi beragama.

“Moderasi beragama ini hadir supaya orang-orang yang beragama secara religius diimbangi dengan beragama dengan rasional atau rasionalitas dalam beragama, karena beragama tanpa rasinalitas itulah yang kadang-kadang menyulut konflik di masyarakat,” pungkasnya.

Lanjut Wawan menjelaskan, moderasi beragama yang dilaunching oleh Kemenag RI ini memiliki peta jalannya. Tahun 2020 – 2022 Menteri Agama fokus di internal, karena diharapkan semua ASN Kemenag paham apa itu moderasi beragama, sehingga dapat memberikan pelayanan tanpa melihat latar belakang.

“Kemudian tahun 2023 ini kita mulai ke eksternal, bekerja sama dengan komunitas untuk kembangkan konten-konten moderasi beragama dengan bahasa millenial,” pungkasnya.

Selain itu, ia juga menyamapaikan klarifikasi seputar moderasi beragama yang kadang disalah pahami sebagian pihak.

Dikatakan, moderasi beragama itu adalah strategi kebudayaan dan mandar peradaban bangsa Indonesia, bukan barang baru, tapi sudah ada sejak lama, mukan moderasi agama, tapi moderasi beragama, bukan proyek atau program, tapi gerakan, bukan khusus untuk umat islam, tapi untuk semua penganut agama.

Kemudian moderasi beragama adalah praktik beragama di era penguatan HAM, dan terakhir moderasi beragama tidak melabel entitas tertentu, tapi merujuk indikator-indikator, yakni komitmen kebangsaan, toleransi, antikekerasan, dan penghargaan terhadap budaya lokal.(*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.