Sayyid Ahmad Zacky Al Mahdaly
Barang siapa mensyukuri nikmat-Ku, maka akan Ku tambahkan nikmat baginya. Dan barangsiapa kufur terhadap nikmatKu, sesungguhnya adzab-Ku amat pedih.” (Q.S. Ibrahim : 7)
Pada catatan sebelumnya, mengurai akan pentingnya bersyukur atas segala nikmat yang berikan Allah SWT. Sebab dari kesyukuranlah yang menciptakan sikap egaliter, kepedulian, dan pemihakan pada kemanusiaan.
Sesungguhnya pada ayat lain Allah menegaskan kesyukuran itu mendapat balasan yang baik dan sebaliknya kufur pada nikmat Allah SWT akan dibalas dengan azab yang pedih sebagaimana ayat diatas.
Selain rasa syukur, puasa mengantarkan manusia pada tingkat ketaqwaan yang tinggi. Itulah puncak capaian daripada perintah puasa, apa ukuran ketaqwaan bagi Allah SWT ? yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (Al Imran 134).
Dari ayat ini, sangat jelas tergambar bahwa ketaqwaan ini ukurannya adalah sikap egaliter, kepedulian, dan keberpihakan pada kemanusiaan bukan pada identitas simbolik, bukan pada cara menyembah Allah SWT. Tapi lebih pada perilaku hidup.
Ukuran ketaqwaan dalam ayat ini disebutkan 3 hal kunci utamanya.
Pertama, yang menafkahkan hartanya dalam keadaan lapang ataupun dalam keadaan sempit, artinya kedermawanannya tidak ditentukan dengan jumlah harta yang dimilikinya atau memilih siapa yang akan dinafkahinya.
Ada orang yang dermawan dimusim caleg saja, ada juga yang dermawan hanya kepada teman sepikirannya saja. Namun lawan politiknya di acuhkan. Ini belum bisa dikategorikan fii sarra i wa darra i.
Kedua, orang orang yang menahan amarahnya. Penanda ini juga cukup berat, kebanyakan kita “sumbuh pendek” atau gampang marah, bahkan pada hal-hal yang bukan urusan kita saja. Dalam dunia digital ini semua kabar tersampaikan luas, tersaji dalam genggaman, untuk menahan amarah sepertinya semakin sulit.
Ketiga, memaafkan orang lain. Melihat sulitnya menahan amarah, sepertinya obat yang paling ampuhnya adalah memaafkan orang lain. Sungguh Allah SWT. menempatkan ketiga hal ini sebagai ciri orang bertaqwa memang saling berkaitan. Artinya hal ini hanya bisa dilakukan secara bersamaan dalam diri kita.
Menafkahkan harta dalam keadaan lapang dan sempit hanya bisa dilakukan jika kita bukanlah pemarah, selanjutnya anda tidak akan pernah marah jika mampu memaafkan orang lain. jika ini bisa terjadi dalam diri itulah yang disebut taqwa, sebagai ayat diatas.
semoga kita bisa termasuk didalam golongan orang orang yang bertaqwa.
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
12 mei 2019 pambusuang