Pesantren Al Hijrah yang Dikunjungi Mahasiswa Unasman, Dibangun Seadanya dengan Niat Tulus
TELEGRAPH.ID, POLMAN – Sejumlah Mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan Universitas Al Asy’ariah Mandar (Unasman) mengunjungi Pesantren Al Hijrah, Desa Landi Kanusuang, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polman. Jumat (10/1/2020).
Ketua prodinya Nurfitrah mengungkapkan bahwa kedatangan mereka untuk bersilaturahmi serta membawa sumbangan beberapa buah al qur’an dan alat tulis untuk pesantren tersebut.
“Jadi tujuan kami kemari yang pertama karena saya melihat di Facebook sementara pembangunan jadi kami kemari untuk membantu proses-proses apa saja yang dibutuhkan di pesantren ini, selain itu ini juga sebagai suatu upaya tentunya untuk meningkat kepekaan sosial mahasiswa kami,” katanya.
Pesantren diberi nama Al Hijrah itu didirikan di atas lahan milik pribadi Muhammad Said seluas 15×100 meter. Terletak di belakang rumah warga, dipinggiran hutan yang berjarak sekitar 10 kilometer dari ibukota kecamatan.
Memasuki halaman pesantren yang terlihat barisan pohon besar berada dibagian belakang mengitari bangunan.
Bangunan pesantren masih dibangun seadanyan, masih berdinding papan dan beralas semen yang mulai retak.
Pendiri pondok pesantren Al Hijrah Muhammad Said menuturkan alasan mendirikan pesantren tersebut, selain karena pernah mondok dan jadi seorang santri, Said juga mengaku prihatin dengan keadaan generasi hari ini.
“Saya tidak ragu untuk melangkah karena ada pengalaman sedikit waktu menjadi santri di pondok pesantren Al ikhlas Lampoko, dan kenapa pondok pesantren ini terbentuk ini sebagai bentuk ke prihatinan kepada generasi yang makin hari makin tidak tentu arah, sehingga pondok pesantren ini lahir sebagai solusi akan hal itu,” ungkapnya.
Said membangun dengan modal seadanya dan bantuan dari masyarakat sekitar.
“Dana pertama sebesar Rp. 7.500.000 murni dari sertifikasi sekaligus ada tabungan sedikit kemudian saya berani untuk melangkah dengan modal Rp. 7.500.000 itu, selain itu ada juga bantuan swadaya dari masyarakat untuk bahan bangunan seperti kayu dan dinding semua dari masyarakat,” tuturnya.
Meski tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten, namun Said tetap bersyukur karena pemerintah desa setempat merespon pembangunan pesantren tersebut dengan memberi surat izin untuk mendirikan bangunan.
“Alhamdulillah pihak pemerintah desa mendukung dengan meberi izin mendirikan bangunan dan beberapa bantuan lain,” ujarnya.
Said mengatakan, pesantren itu mulai beroperasi sejak tanggal 15 juli 2019. Pesantren tersebut sudah memiliki sebanyak 15 orang santri, namun belum terdaftar secara resmi kata Said.
“Kita berusaha untuk tahun depan kita dapatkan ijin operasional tapi sementara dalam proses pengerjaan administrasinya,” katanya.
Said juga menjelaskan bahwa metode pembelajaran yang digunakan di pesantren tersebut hampir sama dengan pesantren pada umumnya.
“Mata pelajaran seperti yang di keluarkan oleh kementrian agama pelajaran Al-Qur’an, Hadist, cuma ada tambahannya seperti belajar tajwid, menghafal Al-Qur’an, muhadarah dan safinatun naja,” bebernya.
Dan yang sedikit membedakan para santri tersebut saat masuk jam makan mereka pulang kerumah masing-masing.
“Mereka disini bermalam, pagi sampai siang itu belajar formal seperti biasanya setelah itu mereka kembali kerumahnya untuk makan siang dan makan malam, Kegiatannya seperti pondok-pondok pesantren yang lain cuma bedanya adalah mereka makan dirumahnya masing2, karena kami belum mampu untuk memberi mereka makan,” ungkapnya.
Tidak dibebankan biaya apapun selama mengikuti proses belajar mengajar rupanya tak hanya anak-anak yang ikut belajar di pesantren tersebut, para orang tua dari desa Landi kanusuang juga antusias ikut belajar.
“Bukan hanya anak-anak, ibu-ibu yang baru belajar iqra juga banyak yang ikut, jumlahnya sekitar 25 orang pertemuannya tiga kali dalam satu minggu. Alhamdulillah mereka sangat merespon sekali serta majelis ta’lim nya sudah terbentuk,” ucapnya.
Lebih jauh said menjelaskan bahwa tenaga pengajar di pesantren tersebut berjumlah 11 orang dan semuanya tidak digaji
“Untuk gurunya berjumlah 11 orang ada yang dari Majene, Galeso dan Wonomulyo semuanya teman-teman mengajar dulu di pesantren Al-Ikhlas lampoko semuanya mengajar dengan suka rela,” pungkasnya.
(DAFI)