Media Platform Baru Sulawesi Barat

Anotasi Silaturahmi Tank Merah Muda di Tanah Mandar

0 886

Oleh : Evi Jeremias

            Pada 23 November 2019, beberapa menit menjelang pukul 9 malam, acara diskusi sekaligus launching buku kumpulan cerita pendek “Tank Merah Muda”’ di Tanah Mandar tepatnya di Teras Fokal (Forum Kajian Anak Luyo) Desa Mambu Kecamatan Luyo akhirnya dimulai. Saya turut hadir namun kali ini bukan sebagai peserta diskusi melainkan sebagai pembicara yang telah membaca buku tersebut. Rencananya selain saya juga ada Amanatia Junda, perempuan asal Sidoarjo yang merupakan salah satu dari enam penulis “Tank Merah Muda” sebagai pemantik diskusi dan Ria Puspita Dewi selaku moderator atau yang bakal memandu berlangsungnya diskusi ini. Bersama dua perempuan yang jauh lebih punya pengalaman melakukan bicara di depan umum saya merasa sangat gugup sekali. Amanatia Junda sampai turun tangan langsung untuk menenangkan dan kerap kali meminta saya bersikap santai saja.

            Beberapa waktu lalu saat pamflet acara ini disebarkan di sosial media, saya menemukan beragam respon cukup menggugah. Mengingat rasa-rasanya baru kali ini ada acara diskusi buku di Polewali Mandar yang mana buku tersebut adalah buku genre sastra tahun 2019 yang berasal dari luar Sulawesi, saya menemukan segelintir komentar kurang antusias sesaat setelah mengetahui kumpulan cerpen “Tank Merah Muda” tidak memiliki unsur “yang-mandar-mandar”. Memang benar tidak bisa menyalahkan hal demikian tapi itu tentu bukan alasan untuk tidak mengikuti acara diskusi ini. Sesaat setelah tiba di Teras Fokal, saya harus terima kecewa sebab hanya menemukan sedikit sekali wajah-wajah yang saya kenali ada pada barisan peserta diskusi. Teman-teman kampus yang sebelumnya mengiyakan untuk hadir pun tidak ada yang terlihat.  Namun rasa kurang puas itu cepat terobati manakala melihat Teras Fokal nyaris penuh oleh wajah-wajah milenial bahkan beberapa diantara mereka sampai membawa buku catatan dan saya tahu apa maksud dibaliknya. Walau bersamaan dengan perasaan senang akan antusias para milenial menghadiri kegiatan ini, saya musti mengubur keinginan untuk mendengarkan cerita mengenai sisa ingatan tentang reformasi di Sulawesi Barat dari para peserta diskusi.

            Amanatia Junda datang jauh-jauh dari Poso dengan membawa dua buku fisik “Tank Merah Muda” yang selama ini saya baca secara gratis lewat gawai. Buku itu diniatkan untuk dihibahkan pada perpustakaan setempat di Kecamatan Luyo. Ditemani sara’ba dan ubi goreng, diskusi berjalan khidmat dan sangat santai seperti kata Amanatia bahwa diskusi buku ini justru terkesan seperti rapat karang taruna. Para peserta diskusi yang kebanyakan dari usia remaja tersebut masing-masing mewakili komunitas mereka yang amat pesat pertumbuhannya di Kecamatan Luyo. Meskipun lagi-lagi kenyataannya peserta diskusi perempuan yang kelihatan masih lebih sedikit dibandingkan yang laki-laki. Padahal “Tank Merah Muda” merupakan sumbangan sastra yang amat besar dedikasinya terhadap perempuan. Enam penulisnya yang berasal dari enam provinsi berbeda-beda di Indonesia sampai melakukan riset terlebih dahulu sebelum memulai menulis cerpennya masing-masing, proses dimana mereka mencoba menarasikan bagaimana reformasi memberi dampak pada kehidupan di daerah asal mereka lewat pandangan seorang perempuan. Dengan nafas memburu bahkan terkesan berapi-api, saya mencoba menjelaskan sebisa saya bagaimana buku ini penting untuk dibaca, bahwa sangat penting untuk tahu apa yang terjadi selama masa reformasi selain dari ibu kota meskipun berbalut fiksi. Minimal kumpulan cerpen ini akan memancing pembacanya untuk ikut menulis, sebagaimana pertanyaan-pertanyaan yang datang dari para peserta diskusi  seperti yang sudah saya duga lebih banyak mengarah pada soal teknis kepenulisan.

            Diskusi malam itu diselingi dengan satu pembacaan cerpen “Manuver Sang Tentara” karya Astuti N. Kilwouw yang dilakukan secara bergantian oleh dua perempuan peserta diskusi. Hampir dua jam diskusi akhirnya selesai dan ditutup dengan sesi foto-foto dan penampilan pemuda  Luyo menyanyikan Sayang-sayang Karambangan. Saya sempat membatin apakah para peserta  diskusi terutama yang perempuan akan pulang kerumahnya atau tidak tapi saya yakin mereka semua baik-baik saja.  Kekompakan pemuda Luyo amat mengagumkan dan semoga mereka tidak pernah berhenti belajar.

Leave A Reply

Your email address will not be published.